Hukum Membangun Replika Kabah Untuk Keperluan Manasik

img 20200312 111030739 5e69bc25097f360517200e12 Hukum Membangun Replika Kabah Untuk Keperluan Manasik

Membangun replika Ka’bah untuk keperluan manasik haji (latihan pelaksanaan ibadah haji) pada dasarnya diperbolehkan dalam Islam, asalkan memenuhi syarat dan tujuan yang benar. Replika ini biasanya digunakan untuk membantu calon jamaah haji dalam memahami tata cara dan praktik ibadah haji secara lebih mudah, terutama bagi mereka yang belum pernah menunaikan haji sebelumnya.

Berikut adalah beberapa pertimbangan hukum yang terkait dengan membangun replika Ka’bah untuk manasik:

Tujuan dan Niat yang Benar

Tujuan utama dari pembuatan replika Ka’bah adalah untuk memberikan pemahaman yang lebih baik bagi calon jamaah mengenai pelaksanaan rukun-rukun haji seperti tawaf (mengelilingi Ka’bah), sa’i (lari-lari kecil antara Safa dan Marwah), dan lain-lain.

Selama tujuannya murni untuk pendidikan dan latihan, maka hal ini diperbolehkan karena memudahkan calon jamaah dalam mempersiapkan diri sebelum menunaikan ibadah haji yang sesungguhnya.

Dalam sebuah tanya jawab dengan Mufti Agung Prof. Dr. Ali Jum’ah Muhammad tentang hukum belajar manasik haji dengan menggunakan miniatur Ka’bah (Ka’bah buatan) dengan juga melakukan tawaf di sekelilingnya, beliau memberikan dalil dan keterangan yang cukup lengkap.

Di dalam Alquran, Allah ‘azza wa jalla juga meminta kita untuk melaksanakan haji dan umrah. Allah berfirman,

﴿وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمرَةَ للهِ﴾

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.” (Al-Baqarah [2]: 196).

Dalam ayat ini, Allah menyuruh kaum muslimin untuk melaksanakan dan menyempurnakan ibadah haji. Adalah suatu hal yang umum diketahui bahwa suatu amalan tidak bisa dilaksanakan sebelum mengetahui amalan tersebut. Imam Bukhari, dalam kitab Shahih-nya dalam Kitab Ilmu, menulis sebuah bab dengan judul: “Bab Mengetahui Sebelum Berkata dan Beramal”, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

﴿فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ﴾

“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah.” (Muhammad [47]: 19).

2. Tidak untuk Ibadah

Penting untuk diingat bahwa replika Ka’bah tersebut bukanlah tempat ibadah yang sebenarnya dan tidak boleh dijadikan tempat untuk melaksanakan ibadah secara ritual, seperti shalat atau tawaf yang memiliki makna ibadah. Tawaf hanya sah dilakukan di sekitar Ka’bah yang asli di Masjidil Haram, Mekkah. Replika ini hanya digunakan sebagai alat bantu simulasi dalam pelatihan haji dan bukan sebagai pengganti Ka’bah yang sebenarnya.

Metode yang digunakan Nabi ﷺ ini pun digunakan oleh para salaf saleh setelah beliau. Diriwayatkan dari Abu Qilabah bahwa ia berkata, “Pada suatu hari Malik bin al-Huwairits mendatangi masjid kami, lalu dia berkata, “Saya akan shalat bersama kalian sebagai imam meskipun saya sebenarnya tidak bermaksud melaksanakan shalat. Tapi, saya ingin melakukan shalat sebagaimana saya melihat Rasulullah ﷺ melakukannya.” (HR. Bukhari). Imam Bukhari memberi judul bab ini dengan: Bab Seseorang Yang Shalat dengan Tujuan Hanya Ingin Mengajarkan Tata Cara Shalat Nabi ﷺ dan Sunnahnya.

3. Tidak Mengandung Unsur Syirik

Selama replika Ka’bah tersebut tidak dijadikan sebagai objek yang disembah atau diperlakukan secara berlebihan dengan keyakinan bahwa ia memiliki kekuatan spiritual, maka pembuatan dan penggunaannya tetap diperbolehkan.

Dalam Islam, syirik (menyekutukan Allah) adalah dosa besar, sehingga penting untuk menjaga niat dan tindakan agar tidak melampaui batas-batas yang dibenarkan oleh syariat.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah: 165

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَنْدَادًا يُّحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللّٰهِۗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَشَدُّ حُبًّا لِّلّٰهِۙ وَلَوْ يَرَى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْٓا اِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَۙ اَنَّ الْقُوَّةَ لِلّٰهِ جَمِيْعًاۙ وَّاَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعَذَابِ ۝١٦٥

Artinya: “Dan sebagian manusia ada orang yang menjadikan tuhan selain Allah sebagai tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman, mereka sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat dzalim itu melihat, ketika mereka menyaksikan azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya mereka menyesal)”.

4. Tidak Berlebihan dalam Bentuk dan Fungsi

Pembuatan replika sebaiknya tidak dilakukan secara berlebihan dalam bentuk atau fungsi sehingga menimbulkan kebingungan antara replika dan Ka’bah yang asli. Replika harus jelas digunakan hanya untuk tujuan pendidikan dan latihan, dan tidak dibangun dengan maksud menyerupai Ka’bah secara detail atau menciptakan suasana ibadah yang sebenarnya.

Ajaran Islam melarang keras setiap pemeluknya berlebih-lebihan dalam segala sesuatu karena termasuk ke dalam sifat tercela. Berlebih-lebihan ini meliputi berbagai hal, termasuk juga dalam hal beribadah, gaya hidup, berniaga, menuntut ilmu, hingga makan dan minum.

Allah telah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al A’raf ayat 31,

يَٰبَنِىٓ ءَادَمَ خُذُوا۟ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ وَلَا تُسْرِفُوٓا۟ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلْمُسْرِفِينَ

Artinya: Hai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.

5. Pandangan Ulama

Banyak ulama membolehkan pembuatan replika Ka’bah untuk tujuan manasik. Manasik haji adalah sarana penting untuk membantu jamaah memahami dan melatih diri mereka sebelum melaksanakan ibadah haji yang sebenarnya. Ini dianggap sebagai bentuk ikhtiar yang diperbolehkan dalam Islam untuk meningkatkan pemahaman dan kesiapan jamaah dalam melaksanakan kewajiban haji.

Beberapa fatwa dari ulama menyatakan bahwa hal ini sah-sah saja, selama tidak ada penyimpangan dalam pemanfaatannya, dan replika Ka’bah tersebut tidak diperlakukan sebagai benda sakral.

Kesimpulan

Hukum membangun replika Ka’bah untuk keperluan manasik haji adalah mubah (dibolehkan), asalkan digunakan murni untuk latihan dan pendidikan jamaah, tidak diperlakukan sebagai tempat ibadah atau dijadikan objek yang disembah, niat dan tindakan tidak mengandung unsur syirik atau pelampauan batas dalam bentuk dan fungsi.

Dengan demikian, replika Ka’bah bisa menjadi alat bantu yang efektif untuk mempersiapkan calon jamaah haji dalam melaksanakan ibadah yang sesuai dengan tuntunan syariat.

Demikianlah informasi tentang beberapa dalil yang menjelaskan hukum membangun replika ka’bah untuk keperluan bimbingan haji. Selama tidak berlebihan, niat yang lurus dan tidak menjurus ke arah syirik, tidak menjadi masalah. Semoga informasi ini bermanfaat untuk Anda sekalian.

Bagi Sahabat yang hendak melakukan ibadah haji maupun umrah dapat memilih biro travel yang sudah memiliki track record terpercaya. Rawda Umroh Bandung telah berpengalaman dan memiliki izin beroperasional sebagai penyedia jasa umroh. Salah satu paket umroh terbaik dari Rawda ialah Umroh Plus Turki Bandung. Sebagai penyedia jasa umrah terpercaya, Rawda menawarkan memiliki banyak pilihan paket umrah dan promo umroh Bandung yang dapat Anda sesuaikan dengan budget yang Anda miliki. Sahabat dapat cek beragam paket pilihan di link berikut ini.

Ingin perjalanan ibadah ke Tanah Suci lebih nyaman dan berkesan? Rawda Umroh Bandung jawabannya.

Baca Juga:

You cannot copy content of this page