Sejarah Ibadah Haji dan Umroh

haji dan umroh

Halo sahabat Rawda Travel semoga kita semua berada dalam lindungan Allah SWT. Sahabat Rawda travel apakah mengetahui tentang sejarah ibadah haji dan umroh? Berikut ini Rawda travel akan memberikan informasi mengenai sejarah ibadah haji dan umroh. Simak penjelasan berikut ini.

Kisah Sejarah Haji dan Umroh

Sejarah Haji dalam Islam dimulai ribuan tahun yang lalu yakni pada zaman Nabi Ibrahim AS, yang merupakan keturunan Sam Bin Nuh AS. Menurut literatur Islam, Nabi Ibrahim AS dilahirkan di Ur-Kasdim, sebuah kota penting di Mesopotamia, kemudian tinggal di sebuah lembah di wilayah Syam.

Meskipun sudah berusia lanjut, Nabi Ibrahim AS belum diberikan keturunan. Sang istri, Sarah, merasa sedih melihat hal ini dan mengusulkan agar Nabi Ibrahim menikahi Hajar. Allah memberikan Ibrahim seorang anak bernama Ismail melalui pernikahan dengan Hajar. Meskipun begitu, Sarah tetap merasakan kesedihan karena ia tidak memiliki keturunan selama pernikahannya dengan Nabi Ibrahim AS.

Nabi Ibrahim AS kemudian memohon bantuan kepada Allah, dan Allah memerintahkan agar Ibrahim membawa Hajar dan Ismail untuk tinggal jauh dari Sarah.

Allah berfirman : “Bawalah ke tanah Haram-Ku dan pengawasan-Ku, yang merupakan daratan pertama Aku ciptakan di permukaan bumi yaitu Mekkah.”

Kemudian, malaikat Jibril AS turun ke bumi dengan sebuah kendaraan yang cepat. Jibril membawa Hajar, Ismail, dan Nabi Ibrahim AS. Setiap kali mereka melewati daerah yang memiliki kebun kurma yang subur, Nabi Ibrahim selalu meminta Jibril untuk berhenti sebentar. Namun, Jibril selalu menjawab, “Lanjutkan perjalanan” berkali-kali. Akhirnya, mereka sampai di Mekkah, dan Jibril menempatkan mereka di dekat Ka’bah, di bawah naungan pohon yang memberikan perlindungan dari terik matahari.

Setelah itu, Nabi Ibrahim bermaksud untuk kembali ke negeri Syam untuk menemui istrinya, Sarah. Hajar merasa sedih karena akan ditinggalkan oleh suaminya yang tercinta. “Mengapa kami ditempatkan di sini? Ini tempat yang sunyi, tandus, tanpa air, dan tanpa tanaman,” tanya Hajar sambil memeluk erat bayinya, Ismail.

Ibrahim menjawab, “Allahlah yang memerintahkan aku untuk menempatkan kalian di sini.”

Kemudian, Ibrahim berangkat meninggalkan mereka. Ketika sampai di bukit Kuday yang memiliki lembah, Ibrahim berhenti sejenak dan melihat ke arah keluarganya yang ditinggalkannya. Dia lalu berdoa, sebagaimana yang tercatat dalam Al-Quran. Nabi Ibrahim berdo’a kepada Allah, ” Yaa Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Yaa Tuhan Kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rizki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS Ibrahim : 37).

Sa’i

Sejarah haji dan umroh pertama kali diperkenalkan oleh Allah pada masa Nabi Ibrahim. Sebagai ujian iman, Allah memerintahkan Ibrahim untuk meninggalkan Hajar dan Ismail di padang pasir tandus yang terletak di antara dua bukit Safa dan Marwah di Mekah dengan sedikit persediaan.

Nabi Ibrahim meninggalkan Hajar dan ismail di gurun. Ketika terik matahari mulai menyengat, Ismail menangis karena haus. Hajar, dengan naluri ibu yang kuat, berusaha keras mencari air. Awalnya, dia naik ke bukit Shafa, tetapi tidak menemukan air. Kemudian, dia pergi ke bukit Marwa, namun tetap tidak menemukan air di sana.

Hajar mulai panik dan putus asa, bahkan tanpa sadar dia sudah tujuh kali bolak-balik antara bukit Shafa dan Marwa tanpa menemukan air di kedua tempat tersebut. Akhirnya, dari bukit Marwa, Hajar melihat Ismail tiba-tiba berhenti menangis.

Hajar terasa terheran dan melihat air mengalir dari bawah kaki Ismail. Dengan sukacita, Hajar berlari ke arah bayinya dan berusaha menggali pasir untuk membendung air yang mengalir, sambil berkata “ZAM … ZAM” (menampung). Sejak saat itu, mata air tersebut dikenal di seluruh dunia sebagai sumur Zam Zam.

Hajar dan Suku Jurhum

Kisah sejarah haji dan umroh selanjutnya ialah suku Jurhum melewati daerah gurun yang terdapat keberadaan siti hajar dan ismail. Suku Jurhum melihat burung-burung beterbangan di udara. Mereka yakin bahwa ada sumber air di dekat sana dan segera mendekatinya.

Setelah sampai di gurun, mereka melihat seorang wanita bersama bayinya duduk di bawah pohon dekat sumber air tersebut. Kepala suku Jurhum bertanya kepada Hajar,

“Siapakah Anda dan siapakah bayi kecil yang Anda bawa?”

Hajar menjawab, “Saya adalah ibu dari bayi ini. Dia adalah anak kandung Nabi Ibrahim AS, yang diperintahkan oleh Tuhan untuk menempatkan kami di wadi ini.”

Kepala suku Jurhum meminta izin untuk tinggal di seberang tempat itu. Hajar menjawab, “Tunggulah sampai Ibrahim datang. Saya akan meminta izin kepadanya.”

Tiga hari kemudian, Nabi Ibrahim AS datang untuk melihat kondisi anak dan istrinya. Hajar meminta izin kepada Ibrahim agar suku Jurhum bisa menjadi tetangga mereka. Nabi Ibrahim memberi izin, dan suku Jurhum menjadi tetangga Hajar dan Ismail di tempat tersebut.

Pada kunjungan berikutnya, Ibrahim melihat bahwa tempat itu sudah ramai dengan keturunan suku Jurhum, dan dia merasa senang melihat perkembangan ini. Hajar hidup berdampingan dengan suku Jurhum hingga Ismail tumbuh menjadi remaja.

Dibangunnya Ka’bah

Sejarah haji dan umroh adalah kisah dibangunnya Ka’bah.  Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Ibrahim untuk membangun Ka’bah di lokasi Qubah yang telah Allah turunkan kepada Nabi Adam AS. Namun, Nabi Ibrahim tidak mengetahui persis di mana Qubah itu berada, karena Qubah telah diangkat oleh Allah saat terjadi banjir besar di bumi pada zaman Nabi Nuh AS. Oleh karena itu, Allah mengutus Jibril untuk menunjukkan kepada Nabi Ibrahim lokasi yang tepat untuk membangun Ka’bah. Jibril kemudian membawa beberapa bagian Ka’bah dari surga, dan Ismail membantu ayahnya mengangkat batu-batu dari bukit.

Nabi Ibrahim dan Ismail kemudian bekerja bersama-sama untuk membangun Ka’bah hingga mencapai ketinggian tujuh hasta. Jibril kemudian menunjukkan kepada mereka posisi Hajar Aswad, yang kemudian ditempatkan kembali pada posisinya yang semula oleh Nabi Ibrahim. Selanjutnya, Nabi Ibrahim membuat dua pintu untuk Ka’bah, satu pintu menghadap ke timur dan pintu lainnya menghadap ke barat.

Setelah selesai membangun Ka’bah, Nabi Ibrahim dan Ismail melaksanakan ibadah haji. Ka’bah menjadi tempat ziarah dan ibadah kepada Allah SWT bagi semua umat manusia. Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyampaikan perintah untuk berziarah ke tempat tersebut, atau dengan kata lain, melaksanakan haji, kepada semua umat manusia agar mereka dapat berkumpul di satu tempat untuk menunjukkan pengabdian mereka kepada Allah.

Pada tanggal 8 Dzulhijjah, Jibril turun untuk bertemu dengan Nabi Ibrahim dan menyampaikan pesan Allah. Jibril meminta Nabi Ibrahim untuk mendistribusikan air zam-zam ke beberapa tempat seperti Mina dan Arafah. Hari ini dikenal sebagai “Tarwiyyah” (hari pendistribusian air). Setelah selesai membangun Baitullah dan mendistribusikan air, Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah sebagaimana tercantum dalam Al-Quran. Sejak saat itu, umat Islam menjalankan ritual haji setiap tahun untuk berziarah ke Ka’bah.

Baca Juga: Tata Cara Shalat Ketika Safar

Berhala di Sekitar Ka’bah

Sejarah haji dan umroh tidak serta merta begitu saja. Pada periode Ammarbin Luha, area Mekkah dimunculkan kehadiran patung dan berhala serta mengenalkan praktik penyembahan berhala di seluruh Jazirah Arab. Dia adalah orang yang bertanggung jawab mengubah ajaran tauhid menjadi praktik penyembahan berhala. Sejak saat itu, orang-orang Arab mulai mendirikan berbagai patung dan berhala yang mereka anggap sebagai dewa di sekitar Ka’bah. Bahkan beberapa suku di Mekkah menggantungkan mata pencaharian mereka sebagai pembuat berhala dan patung.

Mereka memperbolehkan suku atau kelompok lain untuk menjalankan ibadah haji ke Baitullah tanpa memandang perbedaan agama dan kepercayaan. Orang-orang yang masih menjalankan ajaran tauhid, termasuk agama Masehi, tetap melaksanakan ritual haji ke Ka’bah.

Pada waktu itu, kondisi Ka’bah sangat memprihatinkan. Dindingnya dipenuhi dengan puisi dan lukisan, dan lebih dari 360 berhala berada di sekitar Ka’bah. Periode ini dikenal sebagai Zaman Jahiliyyah (Zaman Kebodohan). Selama masa ini, Ka’bah dikelilingi oleh berhala dan patung yang mewakili dewa-dewa manusia dan hewan yang disembah secara terang-terangan.

Selama periode haji, suasana di sekitar Ka’bah mirip dengan sirkus. Orang-orang mengelilingi Ka’bah dalam keadaan telanjang, menganggap bahwa mereka harus tampil di hadapan Allah dalam keadaan yang sama seperti saat lahir. Doa mereka tidak lagi tulus kepada Allah, tetapi berubah menjadi serangkaian tindakan seperti tepuk tangan, bersiul, dan meniup terompet dari tanduk hewan.

Kalimat talbiah (Labbaika Allahumma Labbaik) juga telah dimodifikasi dengan tambahan kalimat yang tidak sesuai dengan maknanya. Bahkan lebih parah, darah hewan kurban dituangkan ke dinding Ka’bah dan dagingnya digantung di tiang-tiang di sekitar Ka’bah, mereka mempercayai bahwa Allah menghendaki darah dan daging tersebut. Mengenai hal ini, Allah SWT mengingatkan dalam firman-Nya:

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS.Al-Hajj :37).

Peziarah bebas untuk bernyanyi, minum minuman keras, berzina, dan melakukan tindakan amoral lainnya. Lomba puisi menjadi bagian utama dari seluruh rangkaian ibadah haji, di mana setiap penyair akan memuji sukunya dengan berlebihan dalam hal keberanian dan kemegahan dari suku. Bahkan mereka akan berbicara dengan berlebihan tentang kelebihan suku dan merendahkan suku-suku lainnya. Selain itu, ada juga kompetisi dalam “kemurahan hati,” di mana kepala suku berlomba-lomba menyediakan hidangan besar dan memberi makan para peziarah untuk mencapai ketenaran sebagai pemurah hati.

Selama lebih dari 2000 tahun, mereka telah meninggalkan, menghina, dan menyimpang dari ajaran suci Nabi Ibrahim AS yang mengajarkan penyembahan Allah semata.

Zaman Rasulullah SAW

Setelah periode panjang mengenai berhala yang ada di area Ka’bah. Sejarah haji dan umroh tidak terlepas dari kisah Nabi Muhammad SAW.

Pada tahun 610 M, Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertamanya dari Allah SWT, di mana Allah memerintahkan beliau untuk memulihkan monoteisme atau keyakinan kepada satu Tuhan. Selama 20 tahun setelah menerima wahyu pertama, Nabi Muhammad SAW berhasil mengumpulkan dukungan dari berbagai kalangan otoritas agama dan politik, yang memungkinkannya untuk meraih kemenangan di kota kelahirannya, Mekah.

Nabi Muhammad SAW mendapatkan utusan oleh Allah untuk membersihkan Ka’bah dari segala jenis pencemaran dan menjaga kemurnian ibadah haji. Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai jawaban atas doa Nabi Ibrahim AS. Selama 23 tahun, Nabi Muhammad SAW menyebarkan pesan tauhid, pesan yang sama seperti yang dibawa oleh Nabi Ibrahim AS dan semua nabi sebelumnya, yaitu untuk menegakkan hukum Allah di muka bumi.

Dalam Al-Quran, terdapat perintah khusus untuk menghilangkan semua praktik palsu yang berkembang pada masa sebelum Islam. Semua tindakan tidak senonoh dan memalukan sangat dilarang, seperti yang dinyatakan oleh Allah dalam Al-Quran:

“Musim haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi. Barangsiapa menetapkan niatnya dalam bualn itu akan mengerjakan haji, maka tidak diperbolehkan rafats (mengeluarkan perkataan yang menimbulkan birahi yang tidak senonoh atau bersetubuh), berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.” (QS Al Baqarah : 197)

Rasulullah SAW memerintahkan para sahabat yang mampu, terutama kaum Anshar (penduduk asli Madinah) yang tidak dikenal oleh orang-orang Mekkah, untuk menjalankan ibadah haji sesuai dengan manasik yang diperintahkan oleh Nabi Ibrahim AS. Mereka tidak melakukan praktik-praktik yang berhubungan dengan penyembahan berhala. Ketika mereka kembali dari haji, kaum Anshar melaporkan kepada Rasulullah SAW bahwa mereka merasa ragu saat melakukan sa’i.

Di jalur sa’i antara Shafa dan Marwa, terdapat dua berhala besar, yaitu Asaf dan Na’ilah. Oleh karena itu, Allah SWT menurunkan wahyu yang menyatakan bahwa Shafa dan Marwa adalah sebagian dari simbol-simbol Allah, dan tidak ada masalah jika seseorang melakukan sa’i di antara keduanya.

Jabal Rahmah adalah tempat di mana Nabi Muhammad SAW memberikan khotbah perpisahan terakhirnya. Pada tahun 632 M, sebelum beliau wafat, Nabi Muhammad SAW memimpin ibadah haji terakhirnya yang dikenal sebagai “Haji Wada'” dan diikuti oleh ribuan pengikutnya. Beliau memberikan khotbah terakhir di Jabal Arafah, di mana beliau menekankan kesetaraan dan persatuan umat Islam, menggarisbawahi nilai-nilai egaliter dalam ibadah haji. Ibadah haji, seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW pada waktu itu, tetap berlanjut hingga hari ini.

haji dan umroh

Sejarah Umroh

Setelah mengetahui sejarah haji, berikut ini sejarah umroh yang dimulai pada masa pemerintahan Nabi Muhammad SAW, umat Muslim tidak diizinkan memasuki wilayah suci Mekah, sehingga mereka tidak memiliki hak untuk melaksanakan ibadah Haji dan Umrah. Pada saat itu, Mekah dikuasai oleh bangsa Arab yang berpraktik penyembahan berhala dan tidak bersedia menerima kebenaran dan cahaya Islam. Karena penolakan tersebut, Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya meninggalkan Mekah dan pergi ke Madinah, di mana mereka diterima dengan tangan terbuka dan Madinah menjadi rumah kedua bagi mereka.

Perjanjian Hudaibiyyah

Sejarah umroh tidak terlepas dari perjanjian Hudaibiyyh. Selama masa Perjanjian Hudaibiyyah, Nabi Muhammad SAW menyadari hasrat kuat umatnya untuk mengunjungi Mekkah dan melaksanakan ibadah Umroh. P

ada tahun 628 M, Nabi Muhammad SAW mengambil keputusan untuk pergi ke Mekah agar mereka bisa melakukan ziarah. Namun, ketika mencapai Hudaibiyyah, mereka dihalangi oleh kaum Quraish, suku setempat, dan tidak diizinkan masuk ke Mekah. Meskipun Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa mereka hanya ingin melakukan ziarah, kaum Quraish tetap menolak mereka.

Nabi Muhammad SAW menolak untuk menggunakan kekerasan untuk memaksa masuk ke Mekkah, sehingga mereka memutuskan untuk melakukan negosiasi diplomatik. Akhirnya, sebuah kesepakatan dicapai dan ditandatangani, yang dikenal sebagai “Perjanjian Hudaibiyyah”. Perjanjian ini memiliki durasi 10 tahun dan bertujuan untuk menjaga perdamaian antara kedua belah pihak. Meskipun umat Islam tidak diizinkan untuk melaksanakan Umroh pada tahun tersebut, mereka diberikan izin untuk kembali pada tahun berikutnya untuk melaksanakan Umroh.

Perjanjian Hudaibiyyah merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah Islam karena, untuk pertama kalinya, kaum Quraisy di Mekkah mengakui kedaulatan kaum Muslimin di Madinah.

Ketika dalam perjalanan pulang ke Madinah, Allah SWT menurunkan wahyu kepada Rasulullah sebagai berikut:

“Sungguh Allah akan memenuhi mimpi RasulNya dengan sebenar-benarnya. , bahwa kamu akan memasuki Masjidil Haram insya Allah dengan aman. Kamu akan mencukur kepalamu atau menggunting rambut (menyelesaikan umroh) dengan tidak merasa takut. Dia mengetahui apa yang tidak kau ketahui dan DIA menjadikan selain itu sebagai  kemenangan yang dekat.” (QS Al Fath : 27)

Baca Juga: 3 Adab Ziarah di Makam Nabi

Umrah Pertama

Sejarah umroh sesuai dengan Perjanjian Hudaibiyyah, tahun berikutnya (Maret 629 Masehi atau Zulqaidah 7 Hijriyah), Rasulullah SAW bersama para sahabatnya melakukan Umrah ke Baitullah untuk pertama kalinya. Ketika rombongan Rasulullah Saw yang berjumlah sekitar 2.000 orang memasuki pelataran Ka’bah untuk melaksanakan tawaf, penduduk Mekkah berkumpul di bukit Qubais dan mencemooh mereka dengan berteriak bahwa kaum Muslimin terlihat lemah dan tidak kuat untuk melakukan tujuh putaran. Mendengar ejekan ini, Rasulullah Saw bersabda kepada para pengikutnya, “Marilah kita tunjukan kepada mereka bahwa kita kuat. Bahu kanan kita terbuka dari kain ihram, dan kita lakukan tawaf sambil berlari!”

Setelah mencium Hajar Aswad, Rasulullah Saw bersama para sahabatnya memulai tawaf dengan berlari-lari mengelilingi Ka’bah, sehingga akhirnya para pengejek yang ada di atas bukit Qubai pun bubar. Pada putaran keempat, setelah orang-orang usil di atas bukit Qubai pergi, Rasulullah mengajak para sahabat untuk berhenti berlari dan melanjutkan berjalan seperti biasa. Inilah latar belakang dari beberapa sunah tawaf yang kemudian diterapkan, seperti membuka bahu kanan (idhthiba’) dan berlari-lari kecil pada tiga putaran pertama, khususnya pada tawaf yang pertama.

Setelah menyelesaikan tujuh putaran, Rasulullah SAW shalat dua rakaat di Maqam Ibrahim, kemudian minum air Zamzam, dan akhirnya melakukan tahalul (mengakhiri ihram) dengan menyuruh Khirasy mencukur rambut beliau. Ketika waktu Dzuhur tiba, Rasulullah Saw memerintahkan Bilal ibn Rabah naik ke atap Ka’bah untuk mengumandangkan azan.

Suara adzan Bilal bergema ke seluruh penjuru sehingga orang-orang Mekkah berkumpul ke arah “suara aneh” yang mereka dengar untuk pertama kalinya. Kaum Musyrikin menyaksikan betapa rapi dan berbarisnya kaum Muslimin yang sedang shalat berjamaah. Pada hari itu, 17 Zulqaidah 7 Hijriyah (17 Maret 629 M), azan pertama kali berkumandang di Mekkah, dan Nabi Muhammad SAW menjadi imam shalat di depan Ka’bah.

Sesuai dengan isi Perjanjian Hudaibiyyah, Nabi Muhammad SAW dan para sahabat yang hanya tinggal tiga hari di Mekkah kembali ke Madinah. Namun, tiga hari Umroh yang dilakukan oleh kaum Muslim di Mekkah meninggalkan kesan yang mendalam pada orang Quraisy. Tiga orang terkemuka dari Quraisy, yaitu Khalid Bin Walid, Amru Bin Ash, dan Utsman Bin Thalhah, datang ke Madinah untuk mengucapkan kalimat syahadat.

Di masa Kekhalifahan Umar Bin Khattab RA (634-644 M), Khalid Bin Walid RA memimpin pasukan Islam untuk membebaskan Suriah dan Palestina, sedangkan Amru Bin Ash RA membebaskan Mesir dari kekuasaan Romawi. Utsman Bin Thalhah RA dan keturunannya kemudian diberi kepercayaan oleh Rasulullah Saw untuk memegang kunci Ka’bah.

Hingga saat ini, meskipun penguasa dan pemelihara Ka’bah telah berganti hingga Dinasti Saudi saat ini, kunci Ka’bah tetap dipegang oleh keturunan Utsman Ibn Thalhah RA dari Bani Syaibah.

Beberapa bulan setelah Umroh Rasulullah SAW, kaum Quraisy melanggar perjanjian gencatan senjata, yang kemudian menyebabkan penaklukan Mekkah pada tanggal 20 Ramadhan 8 H (11 Januari 630 M) oleh Rasulullah SAW bersama sekitar 10.000 pasukan tanpa pertumpahan darah. Bahkan, Rasulullah SAW memberikan amnesti kepada warga Mekkah yang dahulu memusuhi Muslimin.

“Tiada balas dendam bagimu hari ini. Semoga Allah mengampuni kalian dan Dia adalah Yang Maha Penyayang di antara para penyayang,” demikian sabda Rasulullah SAW, mengutip ucapan Nabi Yusuf AS yang tercantum dalam Surat Yusuf ayat 92. Akibatnya, seluruh penduduk Quraisy masuk Islam. Kemudian turunlah Surat An-Nashr:

“Tatkala datang peretolongan Allah dan kemenangan, engkau melihat manusia masuk kedalam agama Allah berbondong-bondong. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan memohon apunlah kepadaNya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima Taubat”. (QS An Nashr : 1-3)

Dengan jatuhnya kota Mekkah ke tangan umat Islam, kemudian Rasulullah SAW memerintahkan pemusnahan berhala-berhala di sekitar Ka’bah dan membersihkan Ibadah Haji dari unsur-unsur kemusyrikan, mengembalikannya kepada syariat Nabi Ibrahim yang asli.

Pada tahun 8 H, Rasulullah Saw melakukan Umroh dua kali, pertama saat penaklukan Mekkah dan kedua saat pulang dari Perang Hunain. Ditambah dengan Umroh pada tahun sebelumnya, berarti Rasulullah Saw telah melakukan Umroh sebanyak tiga kali sebelum melaksanakan ibadah Haji pada tahun 10 H.

Pembebasan Mekkah

Pada bulan Dzulhijjah tahun ke-9 Hijriah (Maret 631 M), Rasulullah SAW mengutus sahabat Abu Bakar Ash Shiddiq untuk memimpin Ibadah Haji. Rasulullah SAW sendiri tidak ikut serta dalam ibadah haji tersebut karena beliau sibuk menghadapi perang Tabuk melawan Pasukan Romawi sesuai dengan kehendak Allah.

Ketika umat Muslim tiba di Mekkah, para pemimpin Quraisy menyadari bahwa mereka tidak mampu menghadapi perang melawan kaum Muslim, sehingga mereka memutuskan untuk menyerah. Mereka takut akan penaklukan yang akan datang. Namun, Nabi Muhammad SAW adalah pribadi yang penuh kasih sayang, dan sesuai dengan karakternya, beliau memaafkan semua orang yang tidak ingin lagi berperang melawan umat Muslim, bahkan memaafkan musuh yang sebelumnya sangat gigih melawan mereka.

Kemenangan umat Islam dalam peristiwa ini dikenal sebagai “Fathul Mekah” atau “Pembebasan Mekah,” dan hingga saat ini, peristiwa ini menjadi contoh yang baik untuk menyelesaikan konflik tanpa pertumpahan darah.

Abu Bakar Ash Siddiq mendapatkan perintah untuk mengumumkan dekrit yang baru saja diterima oleh Rasulullah Saw. Dekrit tersebut menyatakan bahwa mulai tahun depan, kaum musyrikin dilarang mendekati Masjidil Haram dan dilarang untuk menjalankan ibadah haji karena sesungguhnya mereka bukanlah penganut ajaran Nabi Ibrahim AS.

Dekrit ini dikeluarkan oleh Rasulullah Saw berdasarkan firman Allah dalam Al-Quran:

“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis (kotor jiwa) karena itu janganlah mereka mendekati Masjidil Haram setelah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin (karena orang kafir tidak datang) maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karunia-Nya jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana”. (QS At Taubah : 28).

Demikian informasi dari Rawda travel mengenai sejarah haji dan umroh. Semoga dari informasi yang diberikan dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca.

Mengenal Rawda travel merupakan biro keberangkatan umroh yang ada di Bandung. Dapatkan penawaran harga umroh bandung terbaik.

Apabila Anda setelah membaca informasi tentang sejarah haji dan umroh tertarik untuk berangkat ke Tanah Suci, percayakan perjalanan Anda bersama dengan Rawda travel. Anda akan mendapatkan promo umroh bandung dari Rawda travel salah satunya adalah paket umroh plus turki.

You cannot copy content of this page