Sejak 1961, lebih dari 500 astronaut telah melakukan perjalanan ke luar angkasa. Dari jumlah tersebut, sekitar dua persen atau sembilan astronaut di antaranya merupakan muslim. Lalu bagaimana cara astronaut islam shalat ketika di luar angkasa?
Keberadaan mereka di luar angkasa menimbulkan pertanyaan menarik, salah satunya adalah bagaimana cara mereka menunaikan ibadah, terutama salat. Sebagai umat Islam, salat adalah kewajiban yang harus dilakukan lima kali sehari, tetapi kondisi luar angkasa yang sangat berbeda dengan Bumi membuat pelaksanaannya menjadi tantangan tersendiri.
Pada awalnya, Amerika Serikat (AS) dan Rusia yang mendominasi eksplorasi luar angkasa hanya merekrut astronaut dari kalangan tertentu. AS lebih memprioritaskan laki-laki kulit putih beragama Kristiani, sementara Rusia (dulu Uni Soviet) hanya merekrut astronaut dari etnis Slav yang juga umumnya beragama Kristiani.
Namun, seiring berjalannya waktu, kebijakan ini mulai berubah, membuka peluang bagi lebih banyak astronaut dari berbagai latar belakang, termasuk muslim. Dengan kebijakan yang lebih inklusif ini, astronaut muslim akhirnya memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam eksplorasi luar angkasa, meskipun jumlah mereka masih sedikit dibandingkan dengan astronaut dari agama lain.
Untuk lebih menggali informasi seputar cara astronot menjalankan ibadah sholat di luar angkasa, mari simak artikel ini. Dilansir dari pemberitaan CNN, berikut adalah informasi lengkap mengenai bagaimana cara astronaut Islam shalat ketika di luar angkasa.
Baca Juga: Kartu SIM Indonesia atau Arab Saudi, Manakah yang Lebih Baik dan Hemat Bagi Jemaah Haji?
Tantangan Shalat di Luar Angkasa
Salat merupakan kewajiban utama bagi umat Islam yang harus dilakukan lima kali sehari dengan menghadap Ka’bah di Mekkah. Namun, kondisi luar angkasa sangat berbeda dengan di Bumi, sehingga menimbulkan berbagai tantangan, seperti:
1. Arah Kiblat
Di Bumi, umat Islam menghadap ke Ka’bah saat salat. Namun, di luar angkasa, astronaut mengorbit Bumi dengan kecepatan sekitar 28.002 km per jam, membuat Mekkah terus bergerak relatif terhadap posisi mereka.
Hal ini menyulitkan astronaut muslim untuk menentukan arah kiblat secara pasti. Jika di Bumi seseorang hanya perlu menggunakan kompas atau aplikasi penunjuk kiblat, di luar angkasa penentuan kiblat menjadi jauh lebih kompleks karena perubahan posisi yang sangat cepat.
2. Penentuan Waktu Salat
Astronaut mengalami matahari terbit dan terbenam setiap 90 menit akibat kecepatan orbit yang tinggi. Jika mereka mengikuti perubahan waktu tersebut, mereka harus melakukan salat puluhan kali dalam sehari.
Tentu dalam hal demikian jelas tidak mungkin dilakukan karena keterbatasan waktu dan tugas mereka di luar angkasa. Oleh karena itu, diperlukan metode khusus dalam menentukan waktu salat agar tetap sesuai dengan syariat Islam tetapi juga praktis untuk dilakukan di luar angkasa.
3. Gravitasi Mikro
Ketiadaan gravitasi membuat astronaut tidak bisa berdiri atau sujud sebagaimana di Bumi. Dalam kondisi gravitasi mikro, tubuh mereka akan melayang, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan gerakan salat secara normal.
Ini menjadi tantangan besar karena rukun salat melibatkan berbagai gerakan fisik seperti berdiri, rukuk, dan sujud. Tanpa solusi yang tepat, astronaut muslim akan kesulitan menjalankan salat dengan benar.
Baca Juga: Tersesat di Tanah Suci, Apa yang Harus Dilakukan?
Panduan Ibadah Astronaut Muslim
Pada tahun 2007, Malaysia mengirimkan astronaut pertamanya, Sheikh Muszaphar Shukor, ke luar angkasa menggunakan pesawat Soyuz milik Rusia. Sebelum berangkat, ia mengkhawatirkan bagaimana cara melaksanakan ibadah di luar angkasa.
Untuk menjawab pertanyaan ini, pemerintah Malaysia mengumpulkan 150 ulama, ilmuwan, dan astronaut untuk menyusun panduan ibadah bagi astronaut muslim. Panduan ini menjadi pedoman resmi yang digunakan oleh astronaut muslim dalam menjalankan ibadah mereka di luar angkasa.
1. Arah Kiblat di Luar Angkasa
Para ulama dalam fatwa mereka menyatakan bahwa astronaut muslim sebaiknya menghadap Ka’bah jika memungkinkan. Namun, jika tidak memungkinkan, mereka dapat menghadap Bumi atau arah mana saja yang bisa mereka tentukan.
Hal ini menunjukkan bahwa Islam memberikan fleksibilitas dalam beribadah dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk mengikuti aturan normal. Prinsip ini sesuai dengan konsep “kemudahan dalam agama” yang diajarkan dalam Islam.
2. Penentuan Waktu Salat
Karena astronaut mengalami terbit dan terbenamnya matahari berkali-kali dalam sehari, mereka disarankan mengikuti zona waktu tempat mereka diberangkatkan. Dalam kasus Sheikh Muszaphar Shukor, ia mengikuti zona waktu Kazakhstan, tempat peluncuran roketnya. Dengan cara ini, astronaut dapat tetap menjalankan salat lima waktu tanpa kebingungan akibat perbedaan siklus waktu di luar angkasa.
3. Gerakan Salat dalam Kondisi Gravitasi Mikro
Tanpa gravitasi, astronaut tidak bisa melakukan gerakan salat secara normal. Oleh karena itu, para ulama memberikan solusi sebagai berikut:
- Jika memungkinkan, astronaut dapat menempelkan tubuh mereka pada suatu tempat agar bisa melakukan gerakan salat dengan lebih stabil.
- Jika tidak memungkinkan, mereka dapat melakukan salat dengan menggerakkan kepala untuk menunjukkan perubahan posisi, seperti rukuk dan sujud.
- Jika gerakan fisik sulit dilakukan, mereka diperbolehkan membayangkan gerakan salat sambil membaca bacaan salat dalam hati.
Solusi ini memberikan fleksibilitas bagi astronaut muslim untuk tetap menjalankan kewajiban ibadah mereka meskipun dalam kondisi ekstrem seperti di luar angkasa.
4. Salat Jama’ dan Qasar
Para ulama juga memberikan keringanan bagi astronaut untuk menjamak (menggabungkan) dan mengqasar (memperpendek) salat mereka, sebagaimana yang diizinkan bagi musafir dalam perjalanan panjang. Dengan demikian, astronaut tidak perlu merasa terbebani dalam menjalankan ibadah mereka, terutama ketika mereka sedang dalam misi ilmiah yang memerlukan fokus tinggi.
Puasa Ramadan di Luar Angkasa
Selain salat, puasa juga menjadi tantangan bagi astronaut muslim. Dalam panduan yang disusun oleh para ulama, astronaut diperbolehkan mengikuti waktu puasa berdasarkan zona waktu tempat mereka diberangkatkan.
Jika puasa dianggap memberatkan karena kondisi kerja dan fisik di luar angkasa, mereka diperbolehkan untuk menggantinya (qadha) setelah kembali ke Bumi. Prinsip ini sejalan dengan hukum Islam yang memberikan keringanan bagi musafir untuk tidak berpuasa selama dalam perjalanan dan menggantinya di lain waktu.
Kesimpulan
Meskipun berada di luar angkasa, astronaut muslim tetap diwajibkan untuk menjalankan ibadah sesuai kemampuannya. Dengan adanya fatwa dan panduan dari para ulama, mereka diberikan kemudahan dalam menjalankan kewajiban agama mereka.
Hal ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang fleksibel dan selalu memberikan solusi dalam berbagai situasi, termasuk dalam eksplorasi luar angkasa.
Panduan ini juga menjadi bukti bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan agama dapat berjalan berdampingan. Dengan adanya panduan ini, astronaut muslim dapat menjalankan misi luar angkasa mereka tanpa harus mengabaikan kewajiban spiritual yang mereka emban sebagai seorang muslim.
Jika Anda sedang mencari layanan perjalanan umrah di Bandung, Rawda Travel & Umroh adalah pilihan yang sangat direkomendasikan. Sebagai agen perjalanan terpercaya, kami menyediakan layanan berkualitas dengan harga yang bersahabat. Sejak tahun 2003, kami telah menjadi mitra utama bagi jemaah yang ingin menunaikan ibadah umrah ke tanah suci, didukung oleh reputasi dan pengalaman yang solid.
Kami juga menawarkan berbagai paket umrah menarik serta promosi spesial melalui program “Promo Umrah Bandung“. Selain itu, tersedia pula paket eksklusif “Umrah Plus Turki Bandung” yang tidak kalah menarik.
Baca Juga: Alasan Mengapa Kiblat Dipindahkan dari Masjid Al-Aqsa ke Masjidil Haram
Baca Juga:
- Sejarah Ibadah Haji dan Umroh
- 15 Rekomendasi Hadiah Untuk Mereka Yang Akan Pergi Umrah
- 10 Kriteria Aliran Islam yang Sesat Menurut Ulama,…
- Hikmah Pelaksanaan Ibadah Haji dan Umroh
- 32 Doa Untuk Orang Umroh Mabrur yang Dapat Dipanjatkan
- Hikmah Haji dan Umroh
- Merencanakan Umroh Keluarga: Tips dan Saran
- 7 Seluk Beluk Perbedaan Haji dan Umroh
- Sejarah Perkembangan Islam di Kawasan Eropa
- 55 Contoh Titip Doa Umroh