Idul Adha: Makna Kurban Idul Adha dan Perbedaannya dengan Tradisi Paganisme

makna kurban idul Adha dan perbedaannya dengan tradisi paganisme

Sobat umrah Bandung apakah Anda tahu bahwa idul Adha memiliki banyak makna salah satunya makna kurban. Berikut ini tentang makna kurban idul Adha dan perbedaannya dengan tradisi paganisme.

Mengenal hari raya idul Adha atau hari Raya Kurban merupakan hari memperingati saat nabi Ibrahim bersedia mengorbankan putranya yang bernama Ismail sebagai wujud kepatuhan terhadap Allah.

Sebelum mengorbankan putranya nabi Ibrahim, Allah menggantikan Ismail dengan domba. Penyembelihan domba ini disebut sebagai idul Adha atau hari raya kurban. Seringkali banyak yang mengatakan bahwa tradisi kurban idul Adha ini memiliki kesamaan dengan tradisi paganisme. Namun keduanya sebenarnya berbeda. Berikut ini penjelasan lebih lengkap tentang makna kurban Idul Adha dan perbedaannya dengan tradisi paganisme.

Hari Raya Kurban

Hari raya Idul Adha atau hari raya kurban merupakan hari penyembelihan yang banyak orang jawa kenal sebagai hari “Rayagung” atau hari Raya Besar. Idul Adha ini memiliki waktu lebih panjang dibandingkan dengan hari idul fitri. Hari raya Idul Adha dilakukan 3 hari (tasyriq).

Hari penyembelihan hewan kurban ini memiliki keterkaitan sejarah yang membumi menjadi ritual seluruh umat manusia sejak zaman agama pagan. Pagan memiliki kepercayaan mempersembahkan atau mengurbankan hewan demi apa yang disembah.

Tradisi Paganisme

Praktik Paganisme atau memberikan persembahan kurban hewan kepada apa yang disembah menjadi praktik yang diperbaiki oleh Nabi Ibrahim AS. Ketika kurban yang disembelih dan dipersembahkan kepada Allah justru dagingnya harus dimakan bersama orang lain serta dibagikan.

Nabi Ibrahim mengajarkan tentang sedekah sosial melalui kurban karena kurban semata – mata bukan persembahan untuk Allah saja melainkan juga berbagi dengan orang lain. Paganisme merupakan persembahan hewan dan darahnya kepada para dewa sedangkan hewannya dibiarkan membusuk. Nabi Ibrahim memperbaiki hal tersebut dan meluruskan praktik kurban secara paganis.

Baca Juga: Kisah Hasan dan Husein Cucu Kesayangan dari Nabi Muhammad SAW

Sejarah Singkat Hari Raya Idul Adha

makna kurban idul Adha dan perbedaannya dengan tradisi paganisme

Sebelum mengetahui apa makna kurban idul Adha dan perbedaannya dengan tradisi paganisme bahwa kisah sejarah tentang hari raya Idul Adha tidak jauh dari kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Ketika Nabi Ibrahim berusia lanjut memasuki usia 85 tahun bersama istrinya Siti Hajar belum dikaruniai seorang anak. Nabi Ibrahim sangat menginginkan kehadiran putra laki – laki supaya kelak dapat meneruskan perjuangan beliau dalam menegakkan ajaran Allah SWT.

Setiap Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah untuk segera diberikan keturunan, beliau selalu tekun dalam berdoa yang tertuang dalam Al Qur’an surat Ash-Shaffat ayat 100. Melalui doa – doa tersebut akhirnya Allah mewujudkan keinginan Nabi Ibrahim melalui istri keduanya yakni Siti Hajar.

Nabi Ibrahim menikahi Siti Hajar saat beliau melakukan kunjungan ke daerah Mesir. Kemudian Nabi Ibrahim dan Siti Hajar ke Mekkah untuk tinggal disana dan menikah. Setelah melangsungkan pernikahan, Siti Hajar mengandung dan lahir seorang anak laki – laki bernama Ismail.

Namun kebersamaan Nabi Ibrahim dan anak istrinya tidak dapat dirasakan dalam waktu lama sebab Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk kembali ke istri pertama yaitu Siti Sarah di Kota Yerusalem. Meskipun demikian Nabi Ibrahim dan Siti Hajar tetap ikhlas dan tawakkal dalam menerima perintah Allah.

Nabi Ibrahim berat untuk meninggalkan istri dan anaknya ketika masih menyusui di daerah Mekkah. Ibrahim tidak langsung meninggalkan begitu saja namun tetap melakukan persiapan dengan memberikan bekal kepada istri dan anak dengan sepotong roti dan air guci untuk minum.

Saat ditinggalkan oleh suaminya, Siti Hajar mendapatkan banyak cobaan seperti salah satunya kesulitan menemukan air minum yang layak. Bahkan untuk mencari sumber air perlu untuk berjalan cepat sebanyak tujuh kali dari Shafa ke Marwah.

Peristiwa mencari sumber air dari Shafa ke Marwah ini yang saat ini disebut dengan salah satu prosesi dalam umrah dan haji yaitu Sa’i atau lari – lari kecil dari Shafa ke marwah. Sumber mata air tersebut juga menjadi sumber air abadi yang dinamakan zam – zam.

Setelah beberapa tahun kemudian, Nabi Ibrahim kembali ke Mekkah dan menemui anak istrinya yakni Siti Hajar dan Ismail. Ismail telah tumbuh menjadi anak yang sehat. Belum lama setelah pertemuan kembali tersebut Allah memberikan ujian kepada Nabi Ibrahim yang diberikan melalui mimpi.

Allah memberikan perintah kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya yaitu Ismail. Inilah yang membuat Nabi Ibrahim bimbang atas perintah Allah. Namun disisi lain juga menyayangi anaknya. Kemudian Nabi Ibrahim mencoba untuk mengajak bicara Ismail tentang perintah Allah untuk menyembelih anaknya tersebut.

Ismail pun mengiyakan dan bersedia untuk dijadikan kurban atas perintah Allah. Akhirnya disaat penyembelihan Ismail awalnya Nabi Ibrahim ragu untuk mengarahkan pisau ke anaknya. Kemudian Ismail berkata “Wahai Ayahku Laksanakan apa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT kepadamu. Engkau akan menemuiku insyaAllah sebagai seorang yang sabar dan patuh kepada perintah Allah SWT…”. Inilah yang membuat Nabi Ibrahim bersedih dan bersyukur sambil mengucapkan kalimat “Bahagialah aku mempunyai seorang putra yang taat kepada Allah SWT, bakti kepada kedua orang tua dengan ikhlas hati menyerahkan dirinya untuk melaksanakan perintah Allah SWT…”

Ketika prosesi dimana hari penyembelihan tiba, diikatlah kedua tangan dan kaki ismail di atas lantai lalu Nabi Ibrahim memejamkan mata dan memegang pisau ke arah leher Nabi Ismail untuk melakukan penyembelihan. Namun Allah langsung mengganti Nabi Ismail dengan domba yang diturunkan dari langit sebagaimana dalam Al Qur’an QS As-Shaffat ayat 107-110.

Dari proses penyembelihan tersebut kemudian disebut dengan kurban menjadi sejarah kisah hari raya Kurban atau Idul Adha.

Baca Juga: Kisah Muhammad Ali Menemukan Islam: Dari Isu Perbudakan Hingga Menemukan Islam

Makna Kurban Idul Adha dan Perbedaannya dengan Tradisi Paganisme

makna kurban idul Adha dan perbedaannya dengan tradisi paganisme

Memaknai makna kurban idul Adha dan perbedaannya dengan tradisi paganisme yakni kurban sendiri berasal dari kata Qoriba yang dalam bahasa Arab dibendakan (mashdar) menjadi Qurban. Istilah kurban dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebut sebagai persembahan kepada Allah (seperti biri – biri atau domba, sapi, unta) yang disembelih saat hari lebaran haji.

Memaknai makna kurban idul Adha dan perbedaannya dengan tradisi paganisme, kurban memiliki tujuan persembahan kepada Allah jelas sebab sesoerang merasa jauh namun kemudian ingin lebih mendekatkan (taqarrub) diri dan sarana yang sesuai dengan tradisi keagamaan adalah persembahan hewan yang disembelih atas nama Allah.

Kurban merupakan satu dari sekian banyak sarana menuju kedekatan seseorang dengan Tuhannya. Kurban memiliki makna dan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan masyarakat karena kurban sebagai berbagi kepada sesama.

Dalam prosesi kurban penyembelihan dalam ajaran Islam benar – benar sangat manusiawi dan berperikebinatangan. Ketika diserbu oleh berbagai produk daging kemasan saat ini namun kita tidak sepenuhnya yakin dengan cara penyembelihan hewan tersebut.

Mungkin tidak asing dengan praktik penyembelihan yang begitu sadis, tanpa ada rasa sedikit pun dan tanpa berpikir bahwa binatangpun juga makhluk hidup yang perlu dihormati. Namun para jagal tak ragu – ragu saat memenggal tanpa menyembelih.

Terdapat banyak sekali cara penyembelihan yang tidak pernah memuliakan hewan padahal hewan pun sama dengan manusia sebagai makhluk Tuhan. Nabi Ibrahim mengajarkan kepada manusia dengan cara berkurban yakni bagaimana menghargai binatang sembelihan, menyebut nama Allah saat hendak menyembelih, serta meyakini bahwa menyembelih adalah perintah dari Allah.

Tentunya kurban sangat berbeda dengan paganisme, karena Kurban memiliki makna penyembelihan dengan berperihewanan tidak menyakiti hewan dengan tragis.

Tradisi Kurban Berlanjut Hingga Saat ini

Makna kurban idul Adha dan perbedaannya dengan tradisi paganisme, dengan berkurban menyembelih hewan secara baik dan menyebutkan nama Allah di dalamnya. Tradisi kurban ini terus berlanjut hingga masa kini.

Pada zaman Rasulullah satu – satunya Nabi yang berasal dari garis keturunan Ismail putra Nabi Ibrahim yang diperintahkan Allah untuk disembelih. Rasulullah jelas orang yang sangat memuliakan hewan apalagi hewan sembelihan.

Dalam sebuah hadist Muslim menyatakan bahwa “Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik dalam segala hal. Jika kalian membunuh, bunuhlah dengan cara baik, jika kalian menyembelih, sembelihlah dengan baik. Hendaknya kalian mempertajam pisaunya dan menyenangkan sembelihannya.”

Hewan yang disembelih disenangkan berarti bahwa memuliakan hewan dan tidak meninggalkan rasa takut sedikitpun kepada hewan yang akan disembelih. Hasil hewan sembelihan kurban secara baik dengan menyebut nama Allah didalamnya, kemudian dibagikan kepada khalayak, tidak terkecuali, melampaui batas – batas sosial, agama dan keyakinan.

Siapapun berhak untuk mendapatkan daging kurban yang disembelih secara terhormat di hadapan Rumah Allah. Kurban tidak mengenal sekat agama dan keyakinan karena dagingnya jelas peruntukannya bukan untuk pribadi yang berkurban namun sebagai sedekah sosial.

Kurban Bukan Praktik Paganisme

Paganisme mungkin masih saja dilakukan. Namun perlu diketahui tentang makna kurban idul Adha dan perbedaannya dengan tradisi paganisme bahwa kurban sebagai hari raya besar penyembelihan hewan sebagai bukti persembahan seseorang kepada Tuhannya. Islam sangat menghormati tradisi dan menjunjung tinggi ajaran – ajaran para leluhur. Namun akan sangat aneh apabila ada sebagian kecil umat Muslim yang masih mempersoalkan tradisi atau ritual keagamaan dalam masyarakat.

Praktik kurban merupakan tradisi atau ritual kuno yang dijalankan oleh seluruh agama. Islam adalah agama yang paling menghargai dan menghormati tradisi sebab dapat dipastikan seluruh tradisi berasal dari agama lain diadopsi dan dimodifikasi sesuai dengan syariat Islam termasuk dalam ibadah puasa dan haji.

Memaknai Kurban dalam Islam

Makna kurban idul Adha dan perbedaannya dengan tradisi paganisme bahwa kurban merupakan sarana mendekatkan diri kepada Tuhan, melekatkan ikatan – ikatan sosial yang akan mempertegas citra agama bukan soal urusan pribadi. Berkurban dapat merekatkan ikatan sosial dengan tanpa menggangu sarana kedekatan diri kepada Tuhan.

Orang yang berkurban pasti karena ignin mempersembahkan kepada Tuhannya, namun kondisi ini juga bersamaan keinginannya untuk berbagi dengan pihak lainnya. Dari sinilah bentuk nyata dari istilah dalam agama “hablum mina allah wa hablum mina an-naas” (hubungan simultan antara manusia dengan Allah dan sesamanya). Keduanya harus seimbang dibangun sebab ketika salah satu timpang maka akan mengganggu dinamika keseimbangan kehidupan manusia.

Kurban ini bertepatan dengan bulan saat seluruh umat muslim juga melakukan ibadah haji yang menjadi ajang untuk mendekatkan diri kepada Allah. Selain itu juga memiliki makna kedekatan sosial yang sama.

Saat para jamaah haji berkumpul di Arafah akan disadarkan tentang sebuah ikatan sosial yang begitu agung dalam balutan egalitarianisme atas nama Allah. Para jamaah haji dilarang berbuat buruk dan menyebabkan kerusakan selama berhaji namun mereka harus membangun kedekatan sosial. Oleh sebab itu, wajar saat Rasulullah menganggap “haji mabrur” sebagai identitas tertinggi bagi umat Muslim yang menunaikan ibadah haji memiliki kesempurnaan dari seluruh rukun Islam yang terpenuhi dengan baik.

Mabrur terambil dari kata “birr” yang bermakna kebajikan lekat dengan kegiatan – kegiatan sosial. Berkurban pada hari raya idul Adha bukan karena kemampuan berkurban namun keinginan dalam diri supaya dapat dekat dengan Allah SWT sekaligus lebih dekat dengan sesama.

Kurban ialah dekat dengan menyatunya seseorang dalam ranah fisik dan metafisik, keseimbangan antara kemanusiaan dan ketuhanan. Makna kurban salah apabila untuk memenuhi tuntutan sosial. Ibadah kurban sebagai sarana pendekatan diri kepada Allah dan sesama manusia. Kurban juga bentuk sedekah kepada Allah, ketaqwaan, dan sedekah sosial, peningkatan kualitas diri yang ditunjukkan dengan sikap empati, serta rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan kepada kita ditunjukkan dengan berkurban.

Nah itu tadi informasi mengenai makna kurban idul adha dan perbedaannya dengan tradisi paganisme dari Umroh Bandung. Semoga dari informasi yang diberikan dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Bagi Anda yang akan melaksanakan ibadah umroh namun belum menemukan biro keberangkatan umroh, Umroh Bandung sebagai jasa travel umroh Tangerang, Bogor, dan sekitarnya menawarkan promo umroh Bandung terbaik. Dapatkan keberangkatan umroh plus Turki Bandung dengan kualitas dan layanan terbaik untuk menunaikan ibadah ke tanah suci.

You cannot copy content of this page