Menjadi Imam di Masjidil Haram tentu tidaklah mudah. Masjidil haram memiliki kedudukan istimewa bagi umat Islam di seluruh dunia.
Dinilai dari sejarahnya serta nilai-nilai religius yang dimiliki Masjidil Haram sangat kental. Mulai dari zaman Nabi Ibrahin AS hingga saat ini.
Bangunan Masjidil Haram juga telah berkali-kali mengalami renovasi dan perluasan, tapi tetap mempertahankan desain dan struktur asli dari bangunannya.
Masjidil Haram menjadikiblat bagi para umat Muslim di seluruh dunia untuk menunaikan salat. Para umat Islam akan bersama-sama mengarahkan wajahnya ke Kabah yang berada dalam Masjidil Haram.
Untuk itu, menjadi imam di Masjidil Haram merupakan sebuah kehormatan yang luar biasa bagi seorang Muslim. Kehormatan ini bukan hanya karena Masjidil Haram adalah masjid paling suci dalam Islam, tetapi juga karena tanggung jawab besar yang diemban oleh imam.
Baca juga: Qira’ah Sab’ah: Kenapa Harus Ada 7 Imam Qira’at?
Syarat dan Kriteria Menjadi Imam di Masjidil Haram
Menjadi Imam di Masjidil Haram hanyalah orang-orang tertentu yang dapat terpilih. Tidak sembarangan orang dapat menjadi imam di Masjidil Haram.
Ada agenda khusus dalam pemilihan imam yang langsung dilaksanakan oleh pemerintah atau mufti setempat sebelu, ditunjuk menjadi imam di Masjidil Haram.
Kandidat yang ditunjuk sudah pasti mereka yang memilki akhlak baik, serta pemahaman yang baik mengenai ilmu Agama Islam.
Pemerintah Arab Saudi sangat menyiapkan proses seleksi ini dengan ketat. Mulai dari penilaian soal pengetahuannya tentang Agama Islam, latar belakang pendidikan, serta kualitas suara, hafalan, bahkan asal-usul kandidat.
Menjadi imam di Masjidil Haram artinya harus siap memimpin salat bagi jutaan umat Islam dari seluruh dunia yang datang ke masjid tersebut setiap tahunnya.
Menurut Haramain Sharifain, peraturan baru untuk penunjukan seorang Imam harus memiliki kualifikasi sebagai berikut:
- Warga Negara Saudi.
- Memiliki kapasitas penuh dan pengalaman sebagai imam.
- Memiliki suara yang khas dan baik.
- Memegang setidaknya satu gelar master dari salah satu fakultas ilmu forensik di Kerajaan Arab Saudi.
- Selain itu, kandidat juga harus menjadi penjaga Al-Qur’an atau seorang hafiz Qur’an.
Hal yang Tidak Diperbolehkan saat Jadi Imam Masjidil Haram
Pembatasan baru juga diberlakukan pada Imam Masjidil Haram di antaranya adalah:
- Menghadiri atau berbicara di depan umum tanpa izin.
- Dilarang ke luar negeri untuk menghadiri suatu acara tanpa izin.
- Memiliki akun media sosial.
Imam dapat diberhentikan jika mereka gagal dalam melaksanakan tugas. Imam juga bisa dibebaskan dari jabatan mereka pada saat berakhirnya kontrak, atas keputusan dewan.
Baca juga: Mengenal Masjidil Aqsa dan Urgensinya untuk Umat Islam
Ulama Indonesia yang Pernah Menjadi Imam di Masjidil Haram
Kerajaan Arab Saudi memiliki otoritas untuk menetapkan aturan tentang cara beribadah di Masjidil Haram. Mereka juga memiliki otoritas untuk menentukan siapa yang berhak menjadi imam di sana.
Karena setiap raja Arab Saudi diberi gelar Khadim al-Haramain Asy-Syarifain.
Dengan kata lain, bertanggung jawab atas dua masjid suci: Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Imam yang dipilih langsung oleh sang raja akan memimpin umat Islam yang beribadah di Masjidil Haram.
Baca juga: Mengenal 6 Ulama Indonesia yang Mendunia
Ulama Indonesia juga pernah diangkat menjadi imam Masjidil Haram, berikut di antaranya:
1. Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi
Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi merupakan seorang keturuanan Minangkabau yang pernah menjadi imam di Masjidil Haram.
Ia lahir di Bukittinggi, hari Senin, 6 Dzulhijjah 1276 H/1850 M.
Ia memiliki peran kuat dalam mengajarkan Islam di Nusantara, yang telah tercatat dalam sebuah jurnal akademisi dari Cirebon berjudul “Peran Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi (1860-1916 M) Dalam Islamisasi Nusantara”.
Awal perjalanannya memperdalam ilmu agama saat ia berlajar di Kweekschool pada 1871 M, lalu berangkat menunaikan haji ke Mekkah.
Ia pun mempelajari Agama Islam lebih dalam bersama para ulama di Masjidil Haram.
Ia menetap di Arab selama 5 tahun, lalu kemnbali ke Indonesia untuk berdakwah dan mengajarkan ilmu Agama Islam di Nusantara.
Ahmah Khatib bahkan terlibat dalam gerakan kebangkitan Agama yang menentang aristokrasi pejabat Belanda.
Hingga pada akhirnya, ia terkenal sebagai sosok reformis Islam yang menjadi panutan bagi umat Muslim di nusantara pada masa itu.
2. Syekh Imam Nawawi Al-Bantani
Selanjutnya ada Syekh Imam Nawawi Al Bantani.
Imam Nawawi menjadi satu dari tiga ulama Indonesia yang diizinkan untuk mengajar dan menjadi imam di Masjidil Haram, Mekkah, seperti dikutip dari situs Nahdlatul Ulama (NU).
Nawawi merupakan ulama kelahiran Serang, Banten pada 1230 H/1815 M. Nawawi pertama mengenal dan mempelajari Islam melalui ayahnya yang juga seorang ulama lokal di Banten.
Kemudian, ia melanjutkan pendidikannya ke jenjang pesantren dan menunaikan haji pada umur lima belas tahun. Ketika ia menunaikan haji, Nawawi berguru kepada sejumlah ulama di Mekkah dan bermukim selama tiga tahun.
Nama Nawawi menjadi terkemuka setelah ia mengajar agama di halaman rumahnya. Hubungan baik dengan para ulama di Arab Saudi membuatnya ditunjuk sebagai imam Masjidil Haram yang menggantikan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi.
Hingga kini, jasanya dalam menerapkan ajaran Islam sudah dikenal hingga ke berbagai penjuru dunia.
3. Syekh Junaid Al-Batawi
Ulama Indonesia Syekh Junaid Al-Batawi pernah tinggal di Mekkah selama enam puluh tahun.
Situs resmi Nahdlatul Ulama menyatakan bahwa Syekh Junaid memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembangunan Indonesia.
Pada abad ke-19, ulama keturunan Betawi ini sangat berpengaruh dan sempat menjadi pusat pergerakan Islam di Jakarta.
Jurnal Hurgronje “Mecca in the Late Part of the 19th Century” menyatakan mengenai Junaid merupakan seorang ulama asal Jawa yang berasal dari tanah Betawi, disebut telah tinggal di sana selama 50 tahun.
Syekh Junaid menjadi terkenal di kalangan Muslim Sunni dan Syafi’i setelah dia diangkat menjadi imam di Masjidil Haram.
Selain itu, Syekh Junaid, yang dekat dengan kerajaan Arab Saudi, memiliki hak istimewa untuk ia dan keluarganya.
Dia memiliki empat anak: dua putra dan dua putri. Salah satu puterinya menikah dengan Abdullah Al-Misri, dan yang lain menikah dengan Syekh Mujitaba bin Ahmad al-Betawi, muridnya dari suku Betawi.
Dua putranya, Syekh Junaid As’ad dan Arsyad, melanjutkan pekerjaan ayahnya sebagai pengajar di masjidil haram.
Di tengah karirnya yang paling sukses, beliau memiliki banyak murid yang menjadi ulama terkemuka.
Di antara mereka adalah Syekh An-Nawawi al-Bantani dan Syekh Ahmad Khatib al-Minagkabawi, yang keduanya sangat kharismatik dan juga merupakan Imam di Masjidil Haram.
Kesimpulan
Segera wujudkan impian Anda untuk melaksanakan Umrah di kota suci dengan layanan terbaik bersama Umrah Bandung. Nikmati pengalaman ibadah yang berkesan dan nyaman.
Manfaatkan juga Promo Umrah Bandung eksklusif kami! Dapatkan fasilitas dan pelayanan terbaik dengan harga mulai dari 24,9 juta.
Buat Anda yang ingin menjelajahi keindahan destinasi wisata unggulan di Turki bisa dengan Promo Umrah Plus Turki Bandung. Temukan pengalaman perjalanan yang penuh makna dan berkesan bersama kami!
Baca Juga:
- Sejarah Ibadah Haji dan Umroh
- 16 Tempat bersejarah di Mekkah dan Madinah
- 32 Doa Untuk Orang Umroh Mabrur yang Dapat Dipanjatkan
- 3 UIama Indonesia yang Menjadi Imam di Masjidil Haram
- Hikmah Haji dan Umroh
- 10 Kriteria Aliran Islam yang Sesat Menurut Ulama,…
- 7 Tips Menghadapi kerumunan Saat sedang Tawaf di…
- Kudeta Mekkah 1979, Tragedi Berdarah yang Tak Banyak…
- Hikmah Pelaksanaan Ibadah Haji dan Umroh
- Merencanakan Umroh Keluarga: Tips dan Saran