3 Ulama Indonesia yang menjadi Imam di Masjidil Haram, di antaranya adalah Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi, Syekh Junaid Al Batawi, dan Syekh Imam Nawawi Al Bantani.
Menjadi imam di Masjidil Haram bukan hal yang mudah untuk direalisasikan. Syaratnya adalah kandidat harus mampu memiliki keilmuan yang tinggi serta kecakapan untuk menjadi Imam di Masjidil Haram.
Ia harus memilki bakat memiliki suara yang merdu dan dapat dipercaya oleh pihak kerajaan Arab Saudi.
Beberapa kriteria yang wajib dimiliki oleh seorang imam Masjidil Haram antara lain yaitu mempunyai gelar pendidikan tinggi yang mendapat pengakuan dari Kerajaan Arab.
Selain itu imam Masjidil Haram juga wajib berpartisipasi dalam berbagai konferensi antar agama dan pernah menjadi imam di berbagai masjid yang ada di Arab Saudi.
Baca juga: Mengenal 6 Ulama Indonesia yang Mendunia
3 Ulama Indonesia yang Menjadi Imam di Masjidil Haram
Masjidil Haram adalah masjid terbesar di dunia dan salah satu yang tertua dalam sejarah Islam, dan itu adalah satu-satunya situs tersuci dalam Islam.
Selain itu, pemerintah atau mufti setempat harus menetapkan imam Masjidil Haram melalui agenda khusus.
Adapun beberapa syarat menjadi imam besar Masjidil Haram yakni, hafal Al Quran, memiliki kedalaman ilmu agama, memiliki kedudukan terhormat dalam masyarakat, bijaksana dan alim, bersuara merdu dan jelas, serta berasal dari keturunan yang baik.
Dalam sejarah, imam Masjidil Haram dari Indonesia ternyata hanya tiga orang saja. Siapa mereka?
1. Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi
Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi merupakan ulama mahsyur Nusantara, termasuk muridnya adalah KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) dan Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari yang merupakan pendiri NU.
Beliau adalah ulama yang terlahir dari tanah Minangkabau pada hari Senin 6 Zulhijah 1276H/1860M di Koto Tuo Balai Gurah, Kecamatan IV Angkat Candung, Bukit Tinggi, Sumatera Barat.
Ialah juga seorang guru sesungguhnya yang mengingatkan pada banyaknya ulama yang belajar darinya dan menjadi pemimpin umat Islam sepanjang sejarah Nusantara.
Ia juga seorang Ahli Faqih yang disegani di dunia karena menguasai banyak bahasa.
Masa Kecil Syekh Ahmad Khatib
Dalam buku berjudul The Guardians of the Quran, yang diterbitkan oleh Lajnah Pentashih Al-Quran (2011), diceritakan tentang masa kecil guru ulama se-Indonesia itu, yang telah menunjukkan minat yang kuat pada ilmu dan ulama.
Sejak kecil, ia belajar dari ayahnya, Abdul Latif bin Abdulah, di maktab, atau lembaga pendidikan agama, hingga usianya 11 tahun.
Kecintaannya yang luas biasa kepada Al Quran membuatnya memutuskan untuk berangkat ke Mekah untuk mempelajari lebih dalam kitab suci Umat Islam ini.
Saat itu, Mekah masih merupakan bagian dari Syarif Penjaga kota Makkah dan bagian dari Ottoman Turki, bukan kerajaan seperti sekarang.
Di Mekah beliau menimpa ilmu dari beberapa ulama sunni yang masyhur. Di antara guru beliau adalah para Ulama seperti Sayyid Bakri Syatha, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makky, dan Syekh Abdul Hadi.
Menjadi Imam di Masjidil Haram yang Produktif Menulis Kitab
Syekh Ahmad Khatib menganut mazhab Syafii, yang merupakan aliran Islam paling banyak dianut oleh orang-orang di Indonesia.
Beliau diangkat sebagai imam dan khatib oleh para ulama di Masjidil Haram karena ilmu dan kealimannya yang luar biasa.
Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi dianggap memiliki tingkat keilmuan yang sangat tinggi dan dihormati oleh ulama sedunia, jadi tidak sembarangan penghargaan ini diberikan kepada ulama biasa.
Selama hidupnya, dia adalah guru dan ulama yang produktif. Syekh Ahmad Khatib telah menulis lebih dari 49 buku dan kitab dalam bahasa arab atau melayu.
Karya beliau mencakup Fiqih ibadah dan masalah keumatan kontemporer, seperti ilmu Falaq (perbintangan) dan masalah waris.Di Indonesia, buku-bukunya dipelajari di pesantren dan lembaga Islam. Mereka juga dikirim ke Suriah, Turki, dan Mesir.
Seperti itulah Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, seorang guru yang sangat terkenal dan disegani dalam sejarah Islam, bahkan dianggap sebagai Mahaguru para ulama di Indonesia. Dia dihormati oleh ulama di seluruh dunia.
2. Syekh Junaid Al Batawi
Syekh Junaid Al-Batawi adalah ulama besar dari suku Betawi yang sangat terkenal dan berpengaruh di Makkah.
Dia adalah ulama pertama dari Indonesia yang diizinkan untuk berpidato di Masjidil Haram Makkah Al-Mukarramah.
Sungguh luar biasa seberapa banyak ilmu yang dimiliki dan seberapa beruntung ulama besar tanah air kita Indonesia.
Baca juga: Menjadi Imam di Masjidil Haram: Syarat dan Kriteria yang Harus Dipenuhi
Kehidupan Syekh Junaid
Syekh Junaid Al Batawi merupakan seorang bersuku Betawi kelahiran Pekojan, Jakarta Barat. Ia dikenal dan dihormati karena memiliki ilmu dan imam besar, serta merupakan seorang guru di Masjidil Haram di Makkah.
Dianggap sebagai Syaikhul Masyaikh (guru dari para guru) oleh para mubaligh madzab Syafi’i di seluruh dunia, terutama di Nusantara Indonesia.
Oleh karena itu, berkat gelarnya sebagai ulama besar di Makkah, nama Betawi menjadi terkenal di Tanah Suci. Beliau juga terkenal sebagai ulama Islam sunni dan Syafi’i pada abad ke-18 dan-19.
Alwi Shahab dari Robinhood Betawi menjelaskan bahwa cerita Betawi tempo Doeloe (2001) menjadi populer pada abad ke-19. Dia tinggal dan mengajar di Makkah selama 25 tahun bersama keluarganya.
Menurut Ridwan Saidi, Syekh Junaid Al-Batawi tinggal di Makkah Al-Mukarramah selama enam tahun.
Syekh Junaid Al Batawi merupakan Imam di Masjidil Haram pertama yang berasal dari Nusantara, mendahului Syekh Imam Nawawi dan Syekh Ahmad Al Mingkabawi.
Asal-usul
Dia memiliki empat anak: dua putra dan dua putri. Salah satu puterinya menikah dengan Abdullah Al-Misri, dan yang lain menikah dengan Syekh Mujitaba bin Ahmad al-Betawi, muridnya dari suku Betawi.
Dua putranya, Syekh Junaid As’ad dan Arsyad, melanjutkan pekerjaan ayahnya sebagai pengajar di masjidil haram.
Di tengah karirnya yang paling sukses, beliau memiliki banyak murid yang menjadi ulama terkemuka.
Di antara mereka adalah Syekh An-Nawawi al-Bantani dan Syekh Ahmad Khatib al-Minagkabawi, yang keduanya sangat kharismatik.
Di antara muridnya yang lain adalah Syekh Ahmad Khatib bin Abdul Latif al-Minangkabawi, yang bekerja sebagai imam, khatib, dan guru besar di Masjid al-Haram pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, dan juga menulis banyak kitab.
Snouck Hurgronje, seorang orientalis terkenal dari Belanda, mengumpulkan catatan sejarah tentang perjalanannya.
Dia menyusup ke Makkah dan menulis dan dibukukan buku dengan judul Mecca in the last part of the nineteenth century, di mana ia mencatat bahwa Syekh Junaid tinggal di Makkah selama 60 tahun, tepatnya sejak 1834.
Tahun Wafat
Seorang budayawan Betawi bernama Alwi Shahab menulis sebuah karya yang menjelaskan tahun wafat Syekh Junaid pada usianya yang ke 100 tahun di Makkah Al-Mukarramah.
Ada pendapat lain yang meragukan analisis tersebut karena pada tahun 1894-1895, ketika seoarang orientalis Snouck Hrgronje berhasil menyusup ke Makkah, Syekh Junaid masih hidup dalam usia yang lanjut.
Baca juga: Mengenal Wadi Al Aqeeq dan Sejarahnya
3. Syekh Imam Nawawi Al Bantani
Syaikh Nawawi Al-Bantani, yang hidup dari 1813 hingga 1897, adalah seorang ulama dari Banten yang memiliki pengetahuan luas dan telah menjadi ulama terkenal di seluruh dunia.
Beliau adalah guru besar Haromain (Mekkah-Madinah) dan imam di Masjidil Haram, Mekkah.
Karena dia berasal dari Banten, Indonesia, Syaikh Nawawi dijuluki Al-Bantani.
Beliau terkenal sebagai ulama yang produktif, yang telah menulis ratusan buku. Dalam bidang fiqih, tafsir, tauhid, tasawuf, dan juga ilmu hadits, sebagian besar karyanya ditulis.
Kehidupan Awal
Syekh Nawawi Al Bantani memiliki nama lengkap Abu Abdul Mu’ti Muhammad Nawawi bin Umar Al-Jawi Al-Bantani.
Secara singkat, ia lebih dikenal dengan Muhammad Nawawi Al-Jawi Al-Bantani.
Ia lahir di Kampung Tanara, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Banten pada Tahun 1230 Hijriyah (1813 Masehi).
Ada yang menyebut beliau dengan nama Nawawi Banten, ada pula yang menyebutnya Nawawi Tanara, karena lahir di Kampung Tanara.
“Al-Jawi” memilki arti yaitu orang Jawa atau orang dari pulau Jawa yang termasuk Banten di dalamnya Sedangkan ayah Nawawi Umar bin Araby dan ibunya bernama Zubaidah.
Ayahnya seorang ulama pendiri dan pembina pertama-tama masjid jami’ Desa Tanara itu dan pernah menjabat sebagai penghulu Kecamatan di daerah tersebut.
Secara genologis, Syaikh Nawawi merupakan keturunan ke-12 dari Maulana syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) Cirebon.
Kehidupan Masa Kecil
Sejak kecil, Syaikh Nawawi banyak belajar dari ayahnya tentang Al-Qur’an dan dasar-dasar ilmu Islam.
Beliau belajar dengan ayahnya selama enam tahun dan berguru kepada KH Sahal dan Raden Haji Yusuf. Setelah kembali ke Tanara, dia mulai berdakwah mengajarkan agama kepada orang-orang di sekitarnya.
Di usia 15 tahun, Syaikh Nawawi menunaikan ibadah haji dan belajar dari banyak ulama terkenal di Mekkah. Pada tahun 1828, dia pulang ke Banten setelah tiga tahun belajar agama di Mekkah.
Setelah tiba di tanah air, dia menyaksikan penjajahan di daerah tempat dia tinggal. Semangat jihad untuk membela kaum Muslimin di daerahnya pun menggelora sejak saat itu. lebih-lebih lagi ketika melihat beberapa santrinya yang terkena imbas dari kejahatan penjajah juga.
Syekh Nawawi semakin menyebarluaskan khubahnya untuk menentang penjajahan Belanda. Akibatnya, Belanda mengawasi ketat semua tindakan Syaikh Nawawi.
Puncaknya terjadi ketika Syaikh Nawawi diusir dari rumahnya pada tahun 1830 dan kembali ke Mekkah. Setelah tiba di Mekkah, dia kembali belajar agama dari guru-gurunya yang terkenal.
Syekh Nawawi Menetap di Mekkah
Ketika Syaikh Nawawi menetap di Syib Ali, Mekkah, dia menjadi terkenal. Setelah dia mulai mengajarkan pengetahuannya, muridnya semakin banyak.
Selain itu, Syaikh Nawawi dipekerjakan sebagai pengajar di Masjidil Haram, Mekkah selama sekitar sepuluh tahun, dari 1860 hingga 1870.
Selama waktunya mengajar ilmu agama, Syaikh Nawawi menulis sejumlah kitab, seperti Al-‘Aqd As-Samin Syarah Fath Al-Mubin Sullam Al-Munâjah Syarah Safinah As-Shalah, Al-Munir, Ats-Tsamar Ay-Yani’ah Syarah Ar-Riyadl Al-Badi’ah, dan sebagainya.
Penutup
Segera wujudkan impian Anda untuk melaksanakan Umrah di kota suci dengan layanan terbaik bersama Umrah Bandung. Nikmati pengalaman ibadah yang berkesan dan nyaman.
Manfaatkan juga Promo Umrah Bandung eksklusif kami! Dapatkan fasilitas dan pelayanan terbaik dengan harga mulai dari 24,9 juta.
Buat Anda yang ingin menjelajahi keindahan destinasi wisata unggulan di Turki bisa dengan Promo Umrah Plus Turki Bandung. Temukan pengalaman perjalanan yang penuh makna dan berkesan bersama kami!
Baca Juga:
- Sejarah Ibadah Haji dan Umroh
- 32 Doa Untuk Orang Umroh Mabrur yang Dapat Dipanjatkan
- Menjadi Imam di Masjidil Haram: Syarat dan Kriteria…
- 16 Tempat bersejarah di Mekkah dan Madinah
- 7 Tips Menghadapi kerumunan Saat sedang Tawaf di…
- Hikmah Pelaksanaan Ibadah Haji dan Umroh
- Oleh-oleh Haji dan Umrah
- 15 Sebutan Nama Lain Al Qur'an yang Diperbolehkan…
- Kudeta Mekkah 1979, Tragedi Berdarah yang Tak Banyak…
- Hikmah Haji dan Umroh