Kota Jeddah, Pintu Gerbang Menuju Makkah dan Madinah dari Indonesia

Cara Menuju Mekkah dari Bandara Jeddah dengan Berbagai Transportasi

Berbicara tentang tanah suci Islam, pikiran kita segera tertuju pada dua kota di Arab Saudi: Makkah dan Madinah. Makkah adalah kota yang paling suci bagi umat islam di seluruh dunia. Ini adalah awal sejarah Islam,

Mulai dari tempat Nabi Muhammad SAW membawa risalahnya hingga sebagai kota dan tempat sholat umat Islam, Ka’bah. Madinah (dahulunya dikenal sebagai Yastrib), yang berjarak sekitar 442 kilometer dari makkah, memiliki peran penting lainnya dalam sejarah Islam.

Kota ini menjadi pusat penanggalan islam ketika nabi Muhammad tiba di sana pada tahun 622 Masehi. Sistem penanggalan ini masih digunakan hingga hari ini. Nabi Muhammad SAW juga dimakamkan di Madinah. Kota-kota lain di Jazirah Arab yang memiliki sejarah Islam yang signifikan juga ada di luar kota-kota di atas. Salah satunya adalah Jeddah, yang lebih dikenal sebagai pelabuhan untuk jamaah haji dari seluruh dunia yang pergi ke Makkah dan Madinah.

Jeddah, selain menjadi kota pelabuhan para calon haji, memiliki sejarah yang menarik juga. Kota ini memiliki banyak nama, tergantung pada bahasa yang kita gunakan. Nama-nama ini termasuk Jidda, Jiddah, Jaddah, dan Juddah.

Kenapa begitu? Ada kepercayaan bahwa nenek moyangnya semua orang, Hawa, turun dari surga ke sini. Selain itu, dikatakan bahwa makam Hawa ada di Jeddah. Sementara itu, dikatakan bahwa Nabi Adam turun di India. Kemudian mereka bertemu di Gunung Arafat. Sekitar 70 kilometer di sebelah barat Makkah adalah Jeddah. Sejarah Jeddah berlangsung sejak tiga abad yang lalu.

Pada awalnya, kota ini hanyalah tempat istirahat bagi para nelayan setelah melaut. Sosok penting yang membantu kemajuan Jeddah kemudian adalah Khalifah Usman bin Affan.

Sejak tahun 648 M, dia menjadikan kota ini sebagai pelabuhan bagi para jamaah haji yang akan ke Mekkah, terutama mereka yang melintasi Laut Merah ke Jazirah Arab.

Bukan hanya para calon haji yang membuat banyak orang datang ke Makkah dan Madinah, tetapi mereka juga membantu perekenomian Jeddah, dengan pertumbuhan perdagangan yang cepat.

Sejarah Jeddah juga dipengaruhi oleh kekuatan politik regional dan global. Dinasti Mamluk Mesir menguasai Jeddah pada abad ke-15. Pangeran Mamluk Hussein al-Kurdi adalah gubernur Jeddah. Saat itu, bangsa Eropa, khususnya Portugis, yang mulai mengarungi dunia, juga ingin menaklukkan Jazirah Arab.

Kawasan Jeddah Lama, yang merupakan pusat kota, dibangun oleh al-kurdi dan masyarakat jeddah untuk mencegah masuknya orang Portugis. Gubernur juga memasang bom meriam untuk menghentikan kapal portugis.

Sejak awal perkembangannya, Makkah dianggap sebagai kota yang sangat kosmopolitan, berbeda dengan Makkah yang relatif homogen karena hanya orang Muslim yang boleh masuk. Jeddah adalah kota pelabuhan yang menerima kapal dari berbagai daerah yang berbeda dari Makkah, yang merupakan pusat Jazirah Arab.

Interaksi antarbudaya dan aktifnya pedagang antarwilayah menghasilkan berbagai jenis pekerjaan. Ada orang non-muslim yang berinteraksi dengan orang Arab tetapi tidak bisa memasuki wilayah Arab, jadi mereka akan menetap di Jeddah. Tidak mengherankan jika kota Jeddah dulunya disebut sebagai Balad Al-Qonasil, atau kota konsulat dari berbagai negara.

Misalnya, Belanda mendirikan konsulatnya pada tahun 1872 dan berfungsi sebagai kantor yang mengawasi jamaah haji Hindia-belanda (Indonesia).
Sebelum kembali ke Indonesia dan menjabat sebagai pemimpin Serikat Islam, Haji Agus Salim sempat menjadi anggota konsulat Belanda di Jeddah. Belanda membuka konsulat di Jeddah sebelum Perancis dan Inggris.

Kota ini sejak lama menjadi salah satu pusat ibadah Muslim dan memiliki banyak masjid penting. Di antaranya adalah Masjid Usman Bin Affan (dibangun pada tahun ke-9 dan ke-10), Masjid Akash (dibangun pada tahun 1379), dan Masjid Me’mar (dibangun oleh Mustafa Me’mar pada tahun 1384).

You cannot copy content of this page