Biografi Singkat Muhammad Al-Fatih – Sang Penakluk Konstantinopel

Biografi Singkat Muhammad Al-Fatih - Sang Penakluk Konstantinopel

Perang, pedang, dan meriam adalah ciri khas Abad ke-15. Tokoh-tokoh ini dilatih untuk kemampuan militer yang luar biasa selama berbagai pertempuran. Sultan Mehmed II, juga dikenal sebagai Muhammad Al Fatih, adalah salah satu tokoh hebat ini. Kali ini kita akan membahas kehidupan dan prestasi Sultan Muhammad Al Fatih.

Bangsa Turki Utsmaniyah, kekhalifahan Islam terakhir di dunia, adalah rumah bagi Sultan Muhammad Al Fatih. Dari penaklukan Konstantinopel hingga perangnya melawan Vlad Drakula yang terkenal, dia sangat terkenal.

Ingatkah Anda alasan Belanda datang ke Indonesia? Salah satu alasannya adalah Konstantinopel jatuh ke tangan Turki Utsmaniyah, yang menutup kota untuk perdagangan. Akibatnya, negara-negara Eropa, termasuk Belanda, menghadapi kesulitan untuk mendapatkan rempah-rempah.

Untuk mengatasi masalah ini, negara-negara Eropa mengembara melalui samudra untuk menemukan tempat yang cocok untuk menghasilkan rempah-rempah. Sangat menarik bahwa penaklukan Sultan Muhammad Al Fatih secara tidak langsung membawa Belanda ke Indonesia. Kita akan segera membahas biografinya.

Biografi Muhammad Al Fatih

Muhammad Al-Fatih Ia adalah sultan Turki Utsmani dari 1444 hingga 1446 dan 1451 hingga 1481. Ia juga disebut Sultan Mehmed II.

Ia menaklukkan Konstantinopel, yang saat itu dikuasai kekaisaran Romawi Timur. Berikut profil, biografi, dan kisah Muhammad Al Fatih tentang penaklukan Konstantinopel.

Nama asli Muhammad Al Fatih adalah Mehmed bin Murad, dan dia lahir di Edirne, ibu kota Turki Utsmaniyah, pada tanggal 30 Maret 1432.

Sultan Turki Utsmaniyah Sultan Murad II adalah ayahnya. Istri keempatnya, Hüma Hatun, bernama Sultan Murad II.

Di seluruh dunia, Sultan Mehmed dikenal dengan nama Muhammad Al Fatih, yang berarti “Penakluk”. Orang Turki menyebutnya “Fâtih Sultan Mehmed Han II.”

Naik Tahta di Usia 12 Tahun.

Ia ditugaskan oleh ayahnya untuk memimpin Amasya ketika ia berusia sebelas tahun. Ia belajar dari Syekh Syamsuddin, yang juga keturunan Abu Bakar As-Siddiq. Dia juga siswa Molla Gürani. Ia juga dikenal mahir dalam ketentaraan, ilmu pengetahuan, matematika, dan enam bahasa.

Muhammad Al Fatih sempat menggantikan ayahnya, Sultan Murad II, ketika dia berusia dua belas tahun. Namun, setelah serangan Honggaria, ayahnya kembali naik tahta dan memimpin pasukan turki untuk mengalahkan perlawanan Honggaria.

Sultan Murad II memerintah Turki hingga kematiannya pada tahun 1451. Setelah ayahnya meninggal, Muhammad Al Fatih kembali naik tahta pada usia 21 tahun setelah ayahnya meninggal.

Usaha Penaklukan Konstantinopel

Konstantinopel (Dok. History of Yesterday)
Konstantinopel (Dok. History of Yesterday)

Para khalifah dan pemimpin Islam telah berusaha menaklukkan Kostantinopel sejak lama. Pada tahun 44 H, Mu’awiyah bin Abi Sufyan Radhiallahu ‘Anhu memimpin usaha pertama.

Namun, upaya itu gagal. Upaya yang sama juga dilakukan selama Khilafah Umayyah. Beberapa usaha diteruskan selama pemerintahan Abbasiyyah, tetapi banyaknya gagal, termasuk pada masa Khalifah Harun al-Rasyid pada tahun 190 H.

Pada awal tahun 800 M, Daulah Utsmaniyah mengadakan perjanjian dengan Seljuk. Keinginan umat Islam untuk menguasai Konstantinopel diperkuat dengan kerjasama ini. Tahun 796 H/1393 M, Sulthan Yildirim Bayazid mengepung bandar itu untuk pertama kalinya.

Sultan Bayazid menggunakan kesempatan yang ada untuk memaksa Kaisar Bizantium menyerahkan Konstantinople secara aman kepada Islam. Namun, bantuan dari Eropa dan serbuan bangsa Mongol di bawah pimpinan Timur Lenk menghalangi upayanya.

Setelah itu, ayah Muhammad Al Fatih juga mengambil alih Konstantinopel beberapa kali, tetapi selalu gagal.

Sultan Muhammad Al-Fatih telah melihat upaya ayahnya untuk menaklukkan Kostantinopel sejak kecil. Bahkan beliau mempelajari upaya-upaya yang pernah dilakukan oleh umat Islam di masa lalu ke arah itu, menimbulkan keinginan yang kuat baginya untuk mengejar cita-cita umat Islam.

Saat dia menjabat pada tahun 855 H/1451 M, dia mulai berpikir dan membuat rencana untuk menawan kota bandar tersebut.

Ketika Sultan Muhammad Al Fatih naik takhta, dia segera menemui Syeikh Semsettin untuk menyiapkan bala tentara untuk penaklukan Konstantinopel. Dia melakukannya dan berhasil mengumpulkan 250 ribu prajurit.

Para mujahid kemudian dilatih secara menyeluruh dan terus diingatkan tentang pesan Nabi Muhammad SAW tentang betapa pentingnya Konstantinopel bagi kejayaan Islam.

Pengepungan Konstantinopel

Akhirnya, setelah persiapan yang ketat, pasukan Muhammad Al Fatih tiba di Konstantinopel pada hari Kamis 26 Rabiul Awal 857 H atau 6 April 1453 M. Di hadapan tentaranya, Sultan Mehmed II, atau Muhammad Al Fatih, berkhutbah, mengingatkan pentingnya memuliakan niat dan berharap kemenangan di hadapan Tuhan.

Selain itu, dia membacakan ayat-ayat Al-Qur’an tentang topik tersebut, serta hadis Nabi Muhammad SAW tentang pembukaan Konstantinopel. Bala tentara sangat senang dengan ini, jadi mereka menyambutnya dengan zikir, pujian, dan doa kepada Allah SWT.

Perang itu berlangsung selama lima puluh empat hari. Di bawah komando Muhammad Al Fatih, pasukan Turki Utsmaniyah menguasai Konstantinopel.

Selain itu, pasukan turki utsmaniyah melakukan blokade laut, mengepung Konstantinopel dengan ratusan kapal perang. Di bawah perintah Konstantinus XI Palaiologos, kaisar Byzantium, Sultan Muhammad Al Fatih kemudian menyerbu kota Konstantinopel.

Kaisar Byzantium mendapatkan bantuan dari sejumlah pasukan Italia, dipimpin oleh Giovanni Gustinianni, untuk mencegah Konstantinopel jatuh ke tangan Turki.

Serangan besar-besaran Turki Utsmani terhadap Konstantinopel bertahan selama beberapa hari. Kerajaan Byzantium dilindungi oleh benteng yang kuat.

Pasukan Turki Utsmani terus berusaha untuk menjebol benteng kerajaan Byzantium. Mereka memulai dengan melemahkan pertahanan benteng dengan pelontar batu dan pemanah, kemudian menggunakan meriam untuk menjebolnya.

Pasukan Turki Utsmani juga menggunakan Meriam Basilica, yang dibuat oleh Urban, seorang teknisi dari Hunggaria. Meriam raksasa ini mampu menembak bola batu dengan diameter 63 cm dan berat 272 kg sejauh hingga 2 kilometer.

Selain menyerang dari darat, pasukan Turki Utsmani juga menyerang dari laut melalui armada laut mereka. Selain itu, pasukan Turki Utsmani membuat terowongan di dalam tanah untuk meledakkan benteng dari bawah.

Kerajaan Byzantium memiliki benteng yang kuat dan rantai raksasa sepanjang 275 meter yang mencegah orang keluar dari Teluk Tanduk Emas (Golden Horn).

Pasukan turki Utsmani mengalami kesulitan melewati teluk tanduk emas karena rantai raksasa yang membentang.

Salah satu strategi Al Fatih untuk menaklukkan Konstantinopel yang paling terkenal di dunia adalah meminta pasukannya menarik kapal mereka melalui darat melalui Teluk Tanduk Emas, juga dikenal sebagai Teluk Emas.

Ratusan gelondongan kayu yang dilumuri minyak dipasang sebagai bantalan untuk memudahkan menarik kapal melalui darat. Pasukan Turki utsmani menyelesaikan pekerjaan itu dalam satu malam.

Kemudian keesokan harinya, mereka berhasil menyebrangkan sekitar delapan puluh kapalnya melewati bukit di teluk Tanduk Emas. Kemudian Muhammad Al-Fatih memerintahkan pasukannya untuk melakukan serangan besar.

Pasukan Byzantium dikalahkan oleh serangan besar-besaran pasukan Turki Utsmani ini. Mereka bertahan hidup untuk melindungi benteng dari serangan Turki Utsmani.

Dalam serangan besar-besaran tersebut, Giovanni Giustiniani dari Genoa, yang membantu kerajaan Byzantium, membuat pasukan Italia mundur ke pelabuhan.

Setelah pasukan Italia mundur, pasukan kerajaan Byzantium harus bertahan sendiri hingga mati-matian dari serangan. Karena mereka tidak memiliki kekuatan untuk menahan serangan, benteng pertahanan kerajaan Byzantium kemudian dapat ditembus oleh pasukan Janisari dari Turki Utsmani.

Menguasai Konstantinopel

Lukisan Sultan Muhammad Al Fatih memasuki Konstantinopel (Dok. Wikimedia Commons)

Kaisar Byzantium Konstantinus XI Palaiologos bertempur sampai mati bersama pasukannya untuk mempertahankan bentengnya, meskipun beberapa tentara Byzantium lainnya memilih untuk menyerah.

Kota Konstantinopel dibebaskan dari kerajaan Byzantium oleh Sultan Mehmed II, juga dikenal sebagai Muhammad Al Fatih, pada tanggal 29 Mei 1453.

Ini juga menandai penghancuran kekaisaran Romawi Timur oleh pasukan Turki Utsmani dan berakhirnya abad pertengahan.

Kemudian, Sultan Mehmed II, juga dikenal sebagai Muhammad Al Fatih, mengubah nama Konstantinopel menjadi Istambul. Dia juga menjadikan Istambul sebagai ibu kota kerajaan Turki Utsmani. dan menjadikan gereja Hagia Sopia masjid.

Setelah penaklukan, Sultan Mehmed II kemudian diberi nama Fâtih Sultan Mehmed Han II atau Muhammad Al Fatih, yang berarti Muhammad Sang Penakluk. Orang Italia juga menjulukinya La Grande Aquila, yang berarti Sang Elang Agung.

Ekspansi ke berbagai Wilayah

Sultan Mehmed II, juga dikenal sebagai Muhammad Al Fatih, mendirikan kekaisaran Turki Utsmani setelah menguasai Konstantinopel. Pada tahun 1459, ia melanjutkan penaklukannya ke wilayah Serbia.

Ia juga menaklukkan wilayah Morea. Setelah itu, Sultan Mehmed II mengirimkan pasukannya untuk menaklukkan Tepi Laut Hitam, yang mencakup Trebizond dan Gazarian.

Dalam biografi Muhammad Al Fatih, dikatakan bahwa dia juga menaklukkan Vlad III Sang Drakula dari Wallachia. Setelah itu, Sultan Mehmed II atau Muhammad Al Fatih menaklukkan banyak wilayah di Eropa, termasuk Bosnia dan Karaman.

Muhammad Al Fatih, sultan Kekaisaran Turki Utsmani, dikenal karena kebijakannya yang memberikan keamanan kepada rakyatnya dan membiarkan mereka beribadah sesuai keyakinan agama mereka.

Selain itu, ia membangun berbagai universitas, sekolah agama, dan istana. Ia mengundang banyak ilmuwan muslim ke Turki dan banyak berbicara dengan para ulama tentang masalah agama. Tak mengherankan bahwa kekaisaran Turki Utsmani menjadi pusat budaya dan pengetahuan Eropa pada saat itu.

Muhammad Al Fatih Wafat

Setelah memerintah Kekaisaran Turki Utsmaniyah selama beberapa tahun, Sultan Mehmed II, juga dikenal sebagai Muhammad Al Fatih, meninggal karena sakit.

Dia meninggal pada 3 Mei 1481 pada usia 49 tahun. Ia dimakamkan di wilayah Masjid Fatih di Istanbul, Turki. Sultan Bayezid II, putra Muhammad Al Fatih, mengambil alih kekuasaan Turki Utsmani.

You cannot copy content of this page